Jumat, 31 Januari 2014

Pakaian dan masalah harkat suku Dani Papua

Pakaian dan masalah harkat suku Dani Papua

Pemerintah beberapa tahun lalu pernah mempunyai program untuk memakaikan baju Suku Dani yang terkenal dengan pakaian kotekanya. Namun apakah Anda tahu sampai saat ini program pemerintah tersebut justru merusak kebudayaan dan cara hidup suku Dani keseluruhan.

Rusaknya kehidupan dan budaya suku Dani diceritakan oleh salah seorang pengajar saya di Fakultas Ilmu Budaya. Ya, dia menjadi salah satu peneliti yang ikut LIPI dalam progran pakaian untuk suku Dani.

Beliau menceritakan polemik dan masalah yang ditimbulkan dari program tersebut. Ketika suku Dani mulai diberi pakaian, rupanya mereka tidak pernah mengganti pakaian mereka sampai pakaian mereka sobek-sobek. Ini menyebabkan banyak suku Dani yang mulai terserang gatal, kudis bahkan koreng.

Mereka pun kedinginan dan kena flu karena suku Dani rata-rata tinggal di daerah yang dingin, bahkan suhunya bisa mencapai 5 derajat.

Penyakit flu sampai gatal-gatal rupanya baru untuk mereka, sampai-sampai mereka menamakan penyakit flu dengan nama penyakit sebelas. Karena saat flu mereka mengeluarkan ingus dari hidung mereka. Ingus ini pun jarang mereka bersihkan karena mereka jijik menyentuhnya.

Patut diketahui penyakit gatal sampai flu tak pernah mereka temukan sebelumnya, alasannya saat mereka menggunakan koteka mereka melumuri tubuh mereka dengan lumpur dan minyak babi. Itulah yang membuat kulit mereka tetap terjaga dan hangat.

Pakaian memberikan mereka penyakit baru. Tak sampai situ pemerintah kemudian mengajarkan mereka mencuci baju mereka agar penyakit seperti itu tidak ada lagi. Pemerintahpun mensosialisasikan produk detergen tertentu yang diduga menjadi sponsor program pakaian ini.

Masalah lainnya muncul, para suku Dani mulai mengenal uang untuk membeli barang mewah seperti detergen. Program pendidikan untuk suku Dani membuat permasalahan semakin pelik. Mata pencharian utama suku Dani untuk mendapatkan uang adalah menanam ubi, ubi tersebut kemudian dijual. Namun mereka tidak lagi bisa berladang sebab mereka diwajibkan sekolah.

Hal ini lah yang menjadi pemicu suku Dani mencuri untuk membeli makan dan tentunya detergen.

Permasalahannya patutkah kita memakaikan baju suku Dani dengan alasan 'yang beradab itu adalah orang yang berpakaian'. Penilaian dan pembenaran yang ada di pikiran orang kota termasuk pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar